“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (QS. Fushshilat: 33) * Katakanlah: "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".(QS Yusuf: 108)

Cari Blog Ini

Kamis, 27 Juni 2024

Catatan Faidah (14):BAHAYA HASAD

Catatan Faidah (14):
BAHAYA HASAD

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إياكم والحسد؛ فإنَّ الحسد يأكل الحسنات كما تأكل النارُ الحطبَ (أخرجه أبو داود)
"Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata: Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda: "Hati-hatilah kalian dari sifat hasad, sesungguhnya hasad memakan kebaikan sebagaimana api melalap kayu bakar" (Dikeluarkan oleh Abu Dawud)

Hasad yaitu mengharapkan hilangnya nikmat dari orang lain, baik nikmat dunia maupun nikmat Diniyyah (terkait agama), baik menginginkan nikmat itu berpindah kepadanya atau kepada orang lain.

Hasad adalah penyakit hati yang berbahaya. Jika hasad tersebut terwujud dengan tindakan, baik perkataan atau pun perbuatan yang menyakiti orang yang dihasadi maka orang ini telah menyatukan antara hasad dan kedzaliman.

Hasad terbagi dua, hasad yang terpuji dan tercela. 
Hasad yang terpuji adalah menginginkan nikmat seperti yang ada orang lain tanpa berharap nikmat itu hilang dari orang tersebut. Ini yang disebut ghibthah.
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
لا حسد إلا في اثنتين: رجل آتاه الله مالا، فسلطه على هلكته في الحق؛ ورجل آتاه الله حكمة، فهو يقضي بها ويعلمها
"Tidak boleh hasad kecuali kepada dua orang: Seseorang yang Allah berikan harta kepadanya lalu dia kuasai harta itu untuk sesuatu yang haq. Dan Seseorang yang Allah berikan hikmah (ilmu) kepadanya lalu dia melaksanakannya dan mengajarkannya" (HR Bukhari dan Muslim) 

Adapun hasad yang tercela adalah hasad yang disebutkan secara mutlak sebagai tindakan tercela, yaitu menginginkan hilangnya nikmat dari orang lain, agar nikmat itu berpindah kepadanya atau ke orang lainnya.
Allah telah melarang hasad jenis ini dalam firmanNya:
{ وَلَا تَتَمَنَّوۡا۟ مَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بِهِۦ بَعۡضَكُمۡ عَلَىٰ بَعۡضࣲۚ لِّلرِّجَالِ نَصِیبࣱ مِّمَّا ٱكۡتَسَبُوا۟ۖ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِیبࣱ مِّمَّا ٱكۡتَسَبۡنَۚ وَسۡـَٔلُوا۟ ٱللَّهَ مِن فَضۡلِهِۦۤۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَیۡءٍ عَلِیمࣰا }

"Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu".
[Surat An-Nisa': 32]

Bagaimana mengobati hasad ini? Yaitu dengan berusaha sekuat tenaga untuk menjauhi hasad ini, bermujahadah melawan jiwanya yang terjangkiti hasad, menyebutkan kebaikan saudaranya yang dihasadi, mendoakannya, dan mengucapkan "ma syaa Allah, La quwwata illa billah".  Dengan demikian dia tidak akan bertindak dzalim terhadap saudaranya, baik dengan ucapan maupun perbuatan.
Jika dia mampu mengalahkan perasaan hasadnya dan tidak sampai terwujud pada tindakan yang memudharatkan orang yang dihasadi, maka Allah memaafkannya.
Allahu a'lam

Dirangkum dari berbagai sumber.

Selasa, 25 Juni 2024

Catatan Faidah (13):KEUTAMAAN SHALAT WAJIB 5 WAKTU

Catatan Faidah (13):
KEUTAMAAN SHALAT WAJIB 5 WAKTU 

Shalat adalah ibadah yang agung dan dicintai Allah, merupakan rukun Islam yang kedua setelah Syahadatain. Shalat merupakan sarana seorang hamba bermunajat kepada Allah, Rabb alam semesta. 

Wajib bagi kita menghadirkan hati ketika mengerjakan ibadah ini agar sempurna Shalat kita dan mendapatkan manfaat dari shalat tersebut. Sebab, manfaat Shalat hanya didapatkan dari shalat yang dikerjakan dengan sempurna.

Oleh karenanya, kita membaca firman Allah ta'ala: 

{  وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَاۤءِ وَٱلۡمُنكَرِۗ }

"Tegakkanlah shalat, sesungguhnya shalat ini mencegah perbuatan keji dan mungkar"
[Surat Al-Ankabut: 45]

Namun demikian, ada orang yang shalat namun tidak tergerak hatinya untuk mengingkari kemungkaran atau mengenal hal yang ma'ruf. Dia tidak mendapatkan manfaat dari shalat yang dia kerjakan. Sebab, shalatnya tidak sempurna.

Shalat adalah rukun islam terbesar setelah syahadatain. Allah ta'ala telah mewajibkan shalat ini kepada Nabi kita -shallallahu 'alaihi wa sallam- secara langsung tanpa perantara beda dengan ibadah-ibadah lainnya. Perintah shalat diterima langsung di tempat yang tertinggi, dari langit ke tujuh, pada malam yang mulia yaitu malam saat Mi'raj, dan diwajibkan 50 shalat dalam sehari semalam yang menunjukkan kecintaan Rabb kita kepada ibadah ini. Namun kemudian dengan kemurahan Allah ta'ala, kewajiban shalat menjadi 5 waktu sehari semalam dengan pahala menyamai shalat yang 50 kali.
Allahu a'lam.

Faidah dari Syarah Riyadhus Shalihin oleh Syaikh Utsaimin rahimahulloh. 

Catatan Faidah (12):KALIMAT TAUHID ﻻإله إﻻالله SENANTIASA ADA PADA ANAK KETURUNAN NABI IBRAHIM 'ALAIHIS SALAM.

Catatan Faidah (12):
KALIMAT TAUHID ﻻإله إﻻالله SENANTIASA ADA PADA ANAK KETURUNAN NABI IBRAHIM 'ALAIHIS SALAM.

Kalimat La ilaha illallah (ﻻإله إﻻالله) inilah yang dimaksudkan oleh Nabi Ibrahim -'alaihis salam- dalam Al Qur'an:
إِنَّنِى بَرَآءٌۭ مِّمَّا تَعْبُدُونَ إِلَّا ٱلَّذِى فَطَرَنِى 
"Sesungguhnya aku berlepas diri terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah) Tuhan Yang menjadikanku" (QS Az Zukhruf: 26-27)
Ucapan Nabi Ibrahim -'Alaihis salam- ini memuat makna La ilaha illallah. Ucapan "Sesungguhnya aku berlepas diri terhadap apa yang kamu sembah" adalah makna Lailaha (tidak sesembahan yang berhak diibaahi dengan benar). Dan ucapan "tetapi (aku menyembah) Tuhan Yang menjadikanku" adalah makna 'illallah' (kecuali hanya Allah -yang berhak diibadahi dengan benar).

Nabi Ibrahim 'alihis salam' menjadikan kalimat ini senantiasa ada di keturunannya.
وَجَعَلَهَا كَلِمَةًۢ بَاقِيَةًۭ فِى عَقِبِهِۦ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
"Dan (lbrahim 'alihis salam) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu" (Az Zukhruf: 28)
Sehingga pada anak keturunan Ibrahim -'alaihis salam- akan senantiasa ada yang mengucapkan kalimat ini. Mereka saling berwasiat agar senantiasa berpegang teguh dengan kalimat ini turun temurun. Allah ta'ala berfirman:
وَوَصَّىٰ بِهَآ إِبْرَ‌ٰهِۦمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَـٰبَنِىَّ إِنَّ ٱللَّهَ ٱصْطَفَىٰ لَكُمُ ٱلدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ أَمْ كُنتُمْ شُهَدَآءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ ٱلْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنۢ بَعْدِى قَالُوا۟ نَعْبُدُ إِلَـٰهَكَ وَإِلَـٰهَ ءَابَآئِكَ إِبْرَ‌ٰهِۦمَ وَإِسْمَـٰعِيلَ وَإِسْحَـٰقَ إِلَـٰهًۭا وَ‌ٰحِدًۭا وَنَحْنُ لَهُۥ مُسْلِمُونَ 
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya".(Al Baqarah: 132-133)

Anak keturunannya tidak semuanya meninggalkan kalimat ini dan tidak semuanya mensekutukan Allah. Namun senantiasa ada di antara keturunannya yang mengucapkan kalimat ini dan istiqamah dalam menegakkannya, meski jumlah mereka tidak banyak bahkan cuma satu orang saja.

Tatkala Nabi Muhammad -shallallahu 'alaihi wa sallam- diutus menjadi Rasul, beliau pun diutus untuk mendakwahkan kalimat ini. Beliau bersabda:
"Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan: La ilaha illallah. Jika mereka mau mengucapkannya, maka terjaga darah dan hartanya dariku kecuali dengan haknya (kalimat ini) dan perhitungannya di sisi Allah" (HR Bukhari, Muslim, Malik, Abu Dawud, At Tirmidzi dan An Nasa'i)

Catatan Faidah (11):LA ILAHA ILLALLAH (لا إله إلا الله) BUKAN SEKEDAR UCAPAN LISAN

Catatan Faidah (11):
LA ILAHA ILLALLAH (لا إله إلا الله)  BUKAN SEKEDAR UCAPAN LISAN

La ilaha illallah (لا إله إلا الله) bukanlah sekedar ucapan lisan tanpa memahami maknanya. Anda hendaknya mempelajari makna kalimat agung ini. Adapun jika anda hanya mengucapkannya saja, tanpa paham maknanya, maka anda tidak mungkin bisa meyakini apa yang dimaksudkan kalimat ini. Bagaimana anda bisa meyakini sesuatu yang tidak anda pahami maksudnya?

Wajib bagi anda untuk mengetahui apa makna kalimat ini sehingga anda bisa meyakini kandungannya. Anda bisa meyakini dengan hati, apa yang anda ucapkan dengan lisan.

Adapun sekedar mengucapkannya saja tanpa paham maksudnya maka ini sia-sia saja.

Demikian pula, tidak sebatas hanya meyakini dalam hati dan mengucapkan dengan lisan, tetapi juga harus menjalankan konsekwensinya dengan memurnikan peribadahan hanya untuk Allah dan meninggalkan segala bentuk peribadahan kepada selain Allah.

Singkatnya, La ilaha illallah (لا إله إلا الله)  adalah kalimat yang mengharuskan untuk diikrarkan, dipahami, dan diamalkan, bukan sekedar diucapkan saja.

Referensi: 
Tafsir kalimat tauhid 

Catatan Faidah (10):KESALAHAN MELAFADZKAN KALIMAT LA ILAHA ILLALLAH

Catatan Faidah (10):
KESALAHAN MELAFADZKAN KALIMAT LA ILAHA ILLALLAH 

Di antara pengikut aliran sufi ada yang melafadzkan kalimat La ilaha illallah tidak dengan sempurna. Mereka tidak mengucapkan La ilaha illallah tapi hanya  "Allah! Allah! Allah!". Mereka menyebut ini sebagai dzikir khos. Mereka mengulang-ulang lafadz ini.
Padahal dzikir ini mestinya dilafadzkan secara sempurna agar maknanya juga sempurna. Adapun lafadz 'Allah! Allah! Allah!' saja maka ini tidak mengandung faidah apa pun.

Bahkan sekelompok lain lebih ekstrem lagi, mereka tidak lagi melafadzkan dengan Allah! Allah! Allah!" tapi cuma dhamir 'Hu!hu!hu!' saja. Dhamir ghaib yang tidak berfaidah apa pun.

Perlu diperhatikan wahai saudaraku, tatkala seorang Muslim mengetahui bahwa La ilaha illallah adalah kalimat tauhid, kalimat Islam yang menjadikan orang-orang suka untuk mengucapkannya dan berdzikir dengannya, maka setan pun tidak tinggal diam. Mereka berusaha memalingkan manusia dari dzikir yang agung ini. Setan membisikinya agar mengucapkan Allah!Allah! Allah! saja atau 'Hu hu hu' saja bahkan ada yang tidak mengucapkannya dengan lisan tapi hanya dalam hatinya.

Ini semua bentuk tipu daya setan dalam mempermainkan manusia agar mereka berpaling dari kalimat penuh berkah ini.
Allahu a'lam 

Referensi:
Tafsir Kalimatu Tauhid

Catatan Faidah (9):LA ILAHA ILLALLAH adalah kalimat PEMBEDA antara MUSLIM dan KAFIR

Catatan Faidah (9):
LA ILAHA ILLALLAH adalah kalimat PEMBEDA antara MUSLIM dan KAFIR

Kalimat La ilaha illallah adalah kalimat yang menjadi pembeda antara kekafiran dan keislaman. Orang yang mengucapkan kalimat ini dengan paham maknanya, mengetahui konsekwensinya maka dia adalah seorang Muslim. 

Namun orang yang enggan mengucapkannya, atau mengucapkannya namun tidak paham maknanya, atau mengucapkannya namun tidak tahu konsekwensinya maka dia belumlah dikatakan muslim, sampai dia paham makna dan konsekwensinya.

Di antara manusia ada yang gemar mengucapkan kalimat ini, baik di pagi maupun petang hari, bahkan membacanya ribuan kali, tapi sayangnya dia juga menyembah selain Allah, berdoa memohon kepada orang yang telah meninggal, beristighasah kepada kuburan, patuh dan taklid buta kepada para guru-guru Thariqah yang mengajarkan ajaran-ajaran yang tidak pernah disyariatkan Allah dan RasulNya. Ajaran thariqah yang tidak ada contohnya dari Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam-  tapi hanya sekedar 'ramuan' ajaran dari para guru-guruNya. Mereka yang mengucapkan kalimat ini di pagi dan petang hari tidaklah berguna dan bermanfaat baginya.


Sumber referensi:
Syarah Tafsir kalimat tauhid 

Catatan Faidah (7):NAMA LAIN KALIMAT LA ILAHA ILLALLAH (لا إله إلا الله) ADALAH KALIMAT IKHLAS URWATUL WUTSQAA

Catatan Faidah (7):
NAMA LAIN KALIMAT LA ILAHA ILLALLAH (لا إله إلا الله) ADALAH KALIMAT IKHLAS URWATUL WUTSQAA

Kalimat La ilaha illallah (لا إله إلا الله) disebut juga kalimat ikhlas, karena menafikkan (meniadakan) kesyirikan dan menetapkan ibadah hanya untuk Allah. Oleh karenanya disebut kalimat ikhlas (pemurnian), yaitu memurnikan tauhid kepada Allah, memurnikan ibadah hanya kepada Allah serta menjauhi kesyirikan.

Kalimat ini juga disebut kalimat taqwa sebagaimana firman Allah ta'ala: 
{ إِذۡ جَعَلَ ٱلَّذِینَ كَفَرُوا۟ فِی قُلُوبِهِمُ ٱلۡحَمِیَّةَ حَمِیَّةَ ٱلۡجَـٰهِلِیَّةِ فَأَنزَلَ ٱللَّهُ سَكِینَتَهُۥ عَلَىٰ رَسُولِهِۦ وَعَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِینَ وَأَلۡزَمَهُمۡ كَلِمَةَ ٱلتَّقۡوَىٰ وَكَانُوۤا۟ أَحَقَّ بِهَا وَأَهۡلَهَاۚ وَكَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَیۡءٍ عَلِیمࣰا }
"Ketika orang-orang yang kafir menanamkan kesombongan dalam hati mereka (yaitu) kesombongan jahiliah, maka Allah menurunkan ketenangan kepada rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin, dan (Allah) mewajibkan kepada mereka tetap taat menjalankan kalimat takwa,dan mereka lebih berhak itu dan patut memilikinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu".
[Surat Al-Fath: 26]

Kalimat taqwa yang dimaksudkan dalam ayat di atas adalah kalimat La ilaha illallah karena kalimat ini bisa melindungi orang yang mengucapkannya -dengan ikhlas hanya untuk Allah- dari siksa neraka. Dan juga, kalimat ini berkonsekwensi mengerjakan amalan-amalan kebaikan. Sebab, taqwa adalah amal-amal kebaikan dan ketaatan kepada Allah. 

Kalimat ini juga disebut 'urwatul wutsqa (tali yang kuat) sebagaimana firman Allah ta'ala: 

{  فَمَن یَكۡفُرۡ بِٱلطَّـٰغُوتِ وَیُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَاۗ وَٱللَّهُ سَمِیعٌ عَلِیمٌ }

"Barangsiapa ingkar kepada ṭāgūt dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui".
[Surat Al-Baqarah: 256]

Mengingkari Thaghut (segala yang diibadahi selain Allah) dan beriman kepada Allah inilah makna Lailaha illallah dan konsekwensinya.

Inilah tiga nama kalimat tauhid Lailaha illallah. 

Sabtu, 22 Juni 2024

Catatan Faidah 6: Penjelasan Kalimat Tauhid

Catatan Faidah (6):
KALIMAT LA ILAHA ILLALLAH (لا إله إلا الله)

Kalimat Lailaha illallah adalah kalimat tauhid yang agung, yang ringan diucapkan namun berat ditimbangan pada hari Kiamat kelak. Ini adalah kalimat yang menjadi intisari ajaran Islam.

Namun kalimat ini memiliki makna, memiliki konsekwensi, memiliki rukun-rukun dan syarat-syarat yang harus yang mesti direalisasikan. Seseorang yang mengucapkan kalimat ini namun mengabaikan makna, konsekwensi, rukun serta syarat-syaratnya maka tidak bermanfaat dia mengucapkan kalimat ini.

Makna Lailaha illallah adalah tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Allah.

Allah ta'ala berfirman:
{ فَمَن يَكۡفُرۡ بِٱلطَّٰغُوتِ وَيُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَاۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ }

"Barangsiapa ingkar kepada ṭāgūt dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui". (Al Baqarah: 256)

Mengingkari Thaghut (sesembahan selain Allah) dan beriman hanya kepada Allah inilah konsekwensi dari kalimat La ilaha illallah. Oleh karenanya kalimat ini juga disebut urwatul wutsqa (tali yang sangat kuat).

Mengingkari segala bentuk peribadahan kepada selain Allah adalah makna la ilaha dan menetapkan peribadahan hanya kepada Allah adalah makna illallah. Ini juga merupakan rukun la ilaha illallah. Meniadakan seluruh sesembahan selain Allah dan menetapkan Allah saja sebagai satu-satunya Dzat yang berhak diibadahi.

Catatan Faidah 5: Puasa Sunnah Untuk Kafarat Sumpah, Bolehkah?

Catatan Faidah (5):
PUASA KAFARAH SUMPAH

Apakah puasa hari Arafah dan puasa enam hari di bulan Syawal sudah cukup menggantikan puasa kafarah (sumpah)?

Dewan komite fatwa Arab Saudi menjawab:
"Puasa hari Asyura', hari 'Arafah, dan enam hari di bulan Syawal tidak mencukupi untuk menggantikan kafarah sumpah kecuali jika dia niatkan puasa itu untuk membayar kafarah dan tidak (dia niatkan) puasa sunnah"

Fatwa Lajnah Daimah 23/38.

‏هل يجزيء صيام يوم عرفة وستة من شوال عن صيام الكفارة ؟

▪️ قالت اللجنة الدائمة :

لا يجزئ صيام يوم عاشوراء وعرفة وستة من شوال عن كفارة اليمين إلا إذا نوى بصيامها أنه عن الكفارة لا التطوع .

 

📚 اللجنة الدائمة : (23/ 38)

Catatan Faidah 4: Sabar Dalam Menjalani Takdir Allah Yang Tidak Disukai

Catatan Faidah (4):
SABAR TERHADAP TAKDIR-TAKDIR ALLAH YANG TIDAK DISUKAI

Syaikh Ibnu 'Utsaimin -rahimahullah- berkata dalam syarah Riyadhus Shalihin:
"Hal ini dikarenakan takdir Allah ada dua, ada yang disukai dan yang tidak disukai. Takdir yang disukai hendaknya disyukuri. Syukur adalah bagian dari ketaatan, dan ini termasuk kesabaran jenis pertama (sabar dalam ketaatan kepada Allah). 

Takdir yang tidak disukai manusia, seperti seseorang diuji dengan musibah pada badannya, musibah pada hartanya dengan kehilangan, diuji dengan keluarganya, diuji dengan masyarakatnya dan berbagai macam ujian lainnya yang butuh pada keteguhan. Hendaknya seseorang bersabar dari melakukan yang diharamkan Allah dengan menampakkan keluh kesah melalui ucapan, hati, maupun dengan anggota badan. Kondisi manusia ketika sedang menghadapi musibah ada 4 keadaan: Pertama menampakkan kemarahan (tidak sabar dengan takdir Allah), kedua: bersabar, ketiga: ridha, dan keempat: Bersyukur.

Catatan Faidah 3: Sabar Dalam Menjauhi Larangan Allah

Catatan Faidah (3):
SABAR DALAM MENJAUHI LARANGAN-LARANGAN ALLAH

Syaikh Ibnu 'Utsaimin -rahimahullah- berkata dalam syarah Riyadhus Shalihin:
Sabar dalam meninggalkan larangan-larangan Allah dengan mengekang nafsunya dari perkara yang diharamkan Allah. Hawa nafsu senantiasa memerintahkan dan mengajak kepada keburukan. Hendaknya seseorang berusaha sabar mengekang nafsunya. Semisal berdusta, curang dalam mu'amalah, mengambil harta dengan cara yang tidak benar, baik dengan riba atau selainnya, melakukan zina, minum khomer, mencuri, dan berbagai macam maksiat lainnya. Seseorang menahan dirinya untuk tidak melakukannya. Dan ini juga butuh kesabaran dan butuh menahan hawa nafsunya.

catatan Faidah 2 : Sabar Dalam Ketaatan

Catatan Faidah (2):
SABAR DALAM KETAATAN

Syaikh Ibnu 'Utsaimin -rahimahullah- berkata dalam syarah Riyadhus Shalihin:

Sabar dalam ketaatan kepada Allah adalah sesuatu yang memberatkan jiwa dan menyulitkan insan. Adakalanya memberatkan badan ketika seseorang mengalami kelemahan dan keletihan. Terkadang memberatkan dari segi finansial, semisal zakat dan haji.

Jadi, dalam ketaatan ada sesuatu yang memberatkan, baik jiwa maupun raga. Oleh karenanya dibutuhkan kesabaran.

Allah ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung" (QS Ali Imron: 200)

Catatan Faidah 1: Definisi Sabar

Catatan Faidah (1)

Sabar (as Shobr) secara bahasa maknanya adalah Al habs (menahan).

Adapun sabar secara syariat maknanya adalah menahan diri (bersabar) terhadap tiga hal:
Pertama:  Sabar dalam menjalani ketaatan kepada Allah.
Kedua: Sabar dalam menjauhi hal-hal yang dilarang Allah.
Ketiga: Sabar atas ketetapan takdir Allah yang tidak disukai.

Inilah tiga kesabaran yang disebutkan oleh para ulama.